Lima Mitos dalam Perencanaan Pensiun (Retirement Planning)
Thursday, March 21, 2024       15:25 WIB

Dalam artikel sebelumnya yang berjudul 'Tiga Mitos Dalam Perencanaan Keuangan' kita telah membahas tiga hal yang sering dianggap benar dan dipercaya oleh sebagian besar orang tentang Perencanaan Keuangan ( Financial Planning ).
Ketiga mitos tersebut adalah (1) Perencanaan keuangan hanya untuk orang yang sudah mapan, (2) Perencanaan keuangan hanya menyangkut perencanaan investasi ( investment planning ), dan (3) Perencanaan keuangan mahal harganya. Tetapi, kita telah membahas dalam artikel sebelumnya bahwa ketiga mitos tersebut tidaklah benar.
Pada artikel kali ini, kita akan membahas lima mitos tentang Perencanaan Pensiun ( Retirement Planning ) yang sering dipercaya orang sebagai hal yang benar. Hal yang ingin kami tunjukkan di sini adalah bahwa Perencanaan Pensiun bukanlah sesuatu yang eksak yang dapat dikalkulasi secara akurat, dan bukan pula sesuatu yang dapat digeneralisir untuk semua orang pada usia yang sama.
Para perencana keuangan ( financial planner ), terutama mereka yang melakukan perencanaan keuangan secara mandiri ( do it yourself ) untuk dirinya sendiri, harus berani mempertanyakan semua asumsi yang telah didengarnya (dari perencana keuangan yang lebih senior), atau pun asumsi-asumsi lain yang telah dibacanya dari berbagai  text-book  tentang perencanaan keuangan.
Sebagai contoh, dalam hal perencanaan pensiun ( retirement planning ), asumsi yang sering diulang-ulang oleh para perencana keuangan adalah  (1) Pensiunan hanya membutuhkan 70% sd 80% dari pengeluarannya pada waktu masih bekerja, dan (2) Pensiunan dapat melakukan penarikan dana pensiunnya sebesar 4% setiap tahun dan dana pensiunnya akan tetap aman .
Tanpa mengetahui latar belakang dari dibuatnya asumsi-asumsi tersebut, kita akan menganggap bahwa asumsi-asumsi yang dibuat tentang perencanaan pensiun itu telah benar dan akan berlaku terus dalam setiap kasus perencanaan keuangan.
Di bawah ini kami sajikan lima mitos tentang perencanaan pensiun ( retirement planning ).
1. Sebelum pensiun kita harus memiliki setidaknya Rp1 miliar dalam rekening dana pensiun kita.
Dua puluh tahun yang lalu, barangkali dana Rp1 miliar adalah jumlah yang dianggap cukup untuk pensiun dengan nyaman. Saat ini, menargetkan jumlah Dana Pensiun hanya sebesar 1 miliar saja, bagi kebanyakan dari kita, tidak cukup untuk pensiun dengan nyaman. Usia pensiun memang sudah semakin tua, tetapi usia harapan hidup manusia juga bertambah.
Kalau dua puluh tahun lalu orang pada umumnya pensiun pada usia 55 tahun, sekarang karyawan yang bekerja di sektor jasa ada yang pensiun pada usia 60 tahun. Demikian pula, dua puluh tahun lalu usia harapan hidup manusia Indonesia barangkali hanya 65 tahun tetapi sekarang usia harapan hidup telah naik menjadi sekitar 68 tahun untuk pria dan 70 tahun untuk Wanita. Dalam perencanaan keuangan, adalah bijaksana untuk selalu membuat rencana berdasarkan hidup yang lebih lama, bukan berdasarkan usia harapan hidup nasional.
2. Pengeluaran masa pensiun hanya sebesar 70% sd 80% pengeluaran waktu masih aktif bekerja
Ini asumsi yang umum kita dengar dari para perencana keuangan. Asumsi ini tidak salah, tapi tidak dapat digeneralisir untuk semua orang. Pada waktu masih aktif bekerja, seseorang mungkin masih harus membayar biaya cicilan rumah (KPR), biaya cicilan mobil (KKB), atau masih membutuhkan biaya bensin untuk transportasi pergi dan pulang kantor, biaya bersosialisasi dengan teman-teman (kolega) yang lebih besar, dan umumnya juga masih harus menanggung biaya untuk orang tua atau untuk pendidikan anak yang lumayan besar.
Pada waktu pensiun, umumnya pengeluaran-pengeluaran itu sudah tidak ada lagi. Rumah sudah lunas, mobil sudah lunas, anak sudah lulus kuliah, dan sebagainya. Tentu saja, biaya-biaya itu tidak dapat digeneralisir untuk semua pensiunan, karena setiap orang memiliki masalahnya sendiri-sendiri.
3. Jika belum menyimpan dana pensiun yang cukup, selalu akan bisa diatasi dengan cara bekerja lebih lama, atau bekerja paruh waktu pada masa pensiun
Jika kita masih bekerja pada level  non-managerial , sudah umum bahwa kita akan memperoleh uang lembur untuk setiap tambahan jam kerja di atas jam kerja normal (jam sembilan sampai dengan jam lima sore). Tetapi, hal ini hanya berlaku untuk pekerja-pekerja  non-managerial  saja.
Untuk pekerja-pekerja di level  managerial , tidak ada lagi upah di luar gaji per bulan yang dibayarkan perusahaan. Kemudian, perusahaan umumnya cukup selektif untuk menentukan jam kerja normal setiap hari. Lembur hanya diadakan apabila sungguh-sungguh dibutuhkan oleh perusahaan.
Demikian pula ketika kita berharap untuk bekerja paruh waktu ( part time ). Umumnya, karyawan yang telah pensiun namun masih dikontrak oleh Perusahaan untuk bekerja adalah karyawan yang memiliki keahlian khusus yang sangat dibutuhkan perusahaan dan belum tersedia dalam kumpulan ( pool ) tenaga kerja di perusahaan itu. Karyawan-karyawan yang langka itu pada umumnya berada di level direktur, dan bukan sembarang karyawan.
4. Tidakbisa pensiun jika kredit pemilikan rumah (KPR) belum lunas
Biasanya, bank pemberi pinjaman KPR akan mensyaratkan bahwa semua cicilan KPR telah lunas sebelum debitur itu pensiun. Syarat ini dibuat pada waktu kredit pertama kali diberikan. Artinya, jangka waktu maksimum pemberian kredit adalah sampai dengan usia pensiun normal di Perusahaan tempat bekerja.
Tetapi, hal itu tidak berarti bahwa kita tidak bisa pensiun sebelum KPR kita lunas semua. Anda hanya perlu menghitung dengan teliti semua biaya-biaya yang akan muncul nanti. Misalnya, Anda berencana untuk pindah (relokasi) ke kota kecil yang lebih murah ongkos biaya hidupnya.
Untuk itu, Anda bermaksud menjual rumah tinggal di Jakarta (yang harganya lebih mahal tapi belum selesai KPR-nya) dan menggantinya dengan rumah baru di kota kecil itu (yang harganya lebih murah). Asal semua hitung-hitungan di atas kertas masuk, pensiun sebelum semua KPR lunas tidaklah mustahil.
5. Pada waktu pensiun, investasi harus menjadi sangat konservatif
Sudah umum diketahui bahwa para perencana keuangan ( financial planner ) sering menganjurkan bahwa investasi kita harus mulai dari instrumen ekuitas yang besar, ke instrumen pendapatan tetap yang lebih kecil pada waktu kita masih muda. Kemudian, dengan berjalannya waktu, alokasi aset atas bobot instrumen ekuitas akan berkurang dan sebaliknya bobot instrumen pendapatan tetap akan bertambah.
Terakhir, menjelang pensiun, semua alokasi aset ke dalam instrumen ekuitas harus telah menjadi nol, sementara alokasi aset ke dalam instrumen pendapatan tetap hanya ditujukan ke obligasi berkualitas baik ( probably government bond ) dan berjangka waktu pendek saja ( short maturity   bond ).
Ada dua hal yang perlu diketahui dari asumsi ini. Pertama, usia harapan hidup manusia yang makin tinggi. Saat ini, makin sering kita bertemu dengan seorang kakek atau nenek berusia 85 tahun atau bahkan 90 tahun dan masih terlihat sehat. Artinya, seseorang masih akan tetap hidup 30 tahun atau lebih sejak ia pensiun.
Usia yang semakin panjang membawa implikasi pada jumlah dana pensiun yang harus semakin besar dan alokasi penempatan investasi dana pensiun dalam instrumen yang bisa melindunginya dari resiko inflasi. Untuk melindungi ( hedge ) investasi dana pensiun terhadap resiko inflasi, kita harus tetap menaruh sebagian investasi tersebut dalam instrumen ekuitas (saham-saham).
Kedua, alokasi aset di atas telah mengasumsikan bahwa harta pensiunan hanya ditaruh pada instrumen keuangan saja yang mudah dan murah untuk dipindahtangankan. Mengingat bahwa dalam jangka waktu yang lama bahaya inflasi menjadi semakin nyata, adalah bijaksana jika alokasi aset tidak hanya pada aset keuangan ( financial assets ) saja, tetapi juga pada harta tetap (non  financial assets ) seperti tanah dan bangunan atau emas batangan.
Investasi dalam tanah dan bangunan memang mahal dan tidak mudah untuk dijual kembali (dipindah-tangankan). Tetapi, investasi dalam tanah dan bangunan (properti) merupakan sarana untuk melindungi diri ( hedge ) terhadap resiko inflasi.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

berita terbaru